Monday, May 6, 2013

Fisika dan Luar Angkasa

Fisika dan Luar Angkasa
Fisika dan Luar Angkasa

Planet Bumi menyediakan segala yang manusia butuhkan untuk bertahan hidup juga memberi perlindungan dalam menghadapai keadaan iklim ekstrim. Medan elektromagnetis di planet ini menghentikan banyak partikel kecil berbahaya bagi manusia dan atmosfer memberi udara juga menghancurkan benda angkasa yang akan jatuh ke permukaan. Gravitasi mungkin dianggap oleh sebagian orang sebagai salah satu atribut Bumi yang mengurangi mobilitas manusia, tapi manusia telah beradaptasi dan menemukan bahwa gravitasi adalah faktor penting penunjang kelangsungan hidup hampir semua mahkluk.

1.    Gravitasi Nol
Manusia berhasil menyesuaikan diri dengan berbagai macam lingkungan termasuk panas di gurun dan dinginnya es di kutub. Lingkungan seperti itu sekilas terlihat seperti tempat yang tidak mungkin ditinggali, tapi manusia membuktikan kecerdasannya dengan mampu bertahan hidup dan menetap di sana. Didukung oleh perkembangan pesat bidang teknologi dan ilmu fisika, sepertinya manusia akan menemukan banyak cara baru mengatasi sulitnya proses adaptasi terhadap lingkungan ekstrim. Secara perlahan, kita mulai mencari tempat perlindungan baru dan berencana meninggalkan Bumi suatu hari nanti. Mungkin bukan generasi sekarang, tapi di masa depan. Kita berhadapan dengan banyak sekali kesulitan, salah satunya adalah gravitasi nol.

Mereka yang kini telah berhasil menjejakkan kaki di luar angkasa mungkin para astronot dari NASA dan beberapa orang kaya. Tapi di kemudian hari, semua orang sepertinya akan mendapat kesempatan yang sama juga. Siapapun orangnya, dia telah mampu menghadapi berbagai macam kesulitan, tantangan, dan pengalaman yang hanya bisa dirasakan oleh manusia modern. Penjelajahan luar angkasa benar-benar merupakan hal baru; nenek moyang manusia sepertinya juga tidak pernah membayangkan hal ini.

Menurut ilmu Fisika, keadaan dimana tidak ada gravitasi akan membuat manusia mengalami banyak kesulitan untuk melakukan hal-hal rutin seperti makan, minum, mandi, dsb; sebagian besar aktivitas manusia harus dilakukan dengan menggunakan alat bantu. Di awal perkembangan NASA, para ilmuwan belum yakin jika manusia bisa selamat tanpa gravitasi. Tidak ada yang tahu akibat yang akan ditimbulkan bagi tubuh manusia jika meninggalkan medan gravitasi.

Bahkan pada waktu itu, ilmuwan sangat khawatir tentang terjadinya perubahan bentuk organ tubuh manusia jika berada di area gravitasi nol; mata manusia mungkin berubah bentuknya, jantung mungkin tidak bisa memompa darah dengan baik, dsb.
Percobaan mengirim binatang ke luar angkasa menjadi langkah awal penjelajahan alam semesta. Kera menjadi pilihan karena bentuk organ tubuh yang sangat mirip dengan manusia. Kera bisa selamat, dan organ tubuhnya berfungsi dengan baik; ilmuwan pun yakin manusia bisa melakukan hal yang sama. Sekali lagi, gravitasi nol memberi tantangan lain; manusia selamat, tapi tubuh atau organnya mengalami perubahan kebiasaan.

Di Bumi, setiap kali kita beraktivitas, sel tubuh bergerak ke atas untuk membantu kerja tulang dan otot. Di keadaan gravitasi nol, sel tubuh tidak berfungsi seperti itu. Jika seorang astronot berada di luar angkasa selama dua tahun, kekuatan tulang di tubuh bagian bawah akan mengalami penurunan drastis. Saat dia kembali ke Bumi, tulang-tulangnya bisa remuk seketika sesaat setelah keluar pesawat.

Stasiun luar angkasa bisa memberi medan gravitasi tiruan, tapi saat ini baru mampu menghasilkan 70% dari kekuatan gravitasi alami di Planet Bumi. Dalam jangka waktu 6 bulan, seorang astronot akan kehilangan 1/5 kepadatan tulang. Maka dari itu, peneliti bidang kesehatan tidak menganjurkan astronot untuk berada di luar angkasa selama lebih dari itu. Ratusan astronot mampu membuktikan bahwa mereka bisa selamat dari perjalanan luar angkasa. Tapi untuk berada disana dalam jangka waktu relatif lama tentu membutuhkan persiapan lebih matang.

2.    Radiasi
Di Bumi, manusia diselimuti lapisan atmosfer yang juga menyaring hampir segala bentuk pengaruh buruk matahari (radiasi). Contohnya, atmosfer di Mars tentu berbeda dengan atmosfer Bumi. Radiasi sinar matahari dan benda-benda angkasa lain sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Di Mars, para astronot bisa menetap dalam gua. Tetap saja, jika eksplorasi semakin jauh, semakin lama pula manusia akan terkena radiasi matahari secara langsung.

Seorang ahli fisika dari Arizona State University berpikir lebih ekstrim. Dia berpendapat bahwa jika manusia pergi ke Mars dan menetap di planet itu, kemungkinan sukses jauh lebih besar, lagipula hal ini juga bisa mengurangi biaya perjalanan. Menetap di Mars bukan hal yang tidak mungkin dilakukan; ide ini juga menyimpan rencana untuk mengirim beberapa orang berusia sekitar 60 tahun ke Mars sambil membawa bekal untuk kehidupan mereka disana. Faktanya, ide ini disambut baik oleh banyak orang yang menyatak bersedia menjadi sukarelawan.

Fisika dan astronomi bekerja saling berdampingan; banyak pengetahuan luar biasa tentang luar angkasa justru ditenukan oleh para ahli fisika. Salah satu contohnya adalah teori relativitas dan kecepatan cahaya oleh Einstein.

No comments:

Post a Comment