Corporate Social Responsibility - Tanggung Jawab Sosial Perusahaan |
Sekarang telah terbukti bahwa sebenarnya peningkatan reputasi perusahaan melalui CSR sangat efektif dan berguna. Bahkan kepedulian terhadap lingkungan bisa dikatakan sebagai bentuk bisnis baru, dengan tujuan untuk menunjukkan atau menjaga nama baik perusahaan di mata konsumen. Peduli terhadap karyawan, masyarakat, dan lingkungan adalah hal yang sangat bermanfaat untuk kelangsungan hidup perusahaan, tapi masih banyak pelaku atau pemilik usaha yang belum sepenuhnya menyadari hal itu.
Planet Bumi memiliki batas kemampuan menyediakan atau memperbarui sumber daya alam, sedangkan populasi manusia yang bertambah terus mendorong tingkat konsumsi. Berdasarkan perhitungan oleh Global Footprint Network, diketahui bahwa saat populasi manusia mencapai jumlah 7 sampai 9 miliar, setiap tahun kita memakai lebih banyak SDA daripada yang bisa disediakan Bumi; secara sederhana, dalam memenuhi kebutuhan barang dan jasa untuk 7 – 9 miliar manusia modern, Bumi harus memperbarui SDA-nya satu setengah kali lebih cepat. Hal ini tidak mungkin dilakukan.
Saat ini semakin banyak perusahaan besar menyadari dampak buruk aktivitas mereka bagi lingkungan, dan telah menerapkan CSR secara benar. Tanggung jawab sosial bukan hanya sebagai salah satu aktivitas perusahaan dan inisiatif sukarela, tapi telah menjadi ethos kerja mereka; lingkungan yang kita tinggali telah menunggu terlalu lama untuk hal ini. Penerapan CSR memang telah menjadi semakin terarah, tapi dengan melihat keadaan lingkungan yang sekarang, kita merasa CSR tidak lagi cukup. Aturan perundang-undangan tentang CSR mengharuskan pelaku usaha untuk berkomitmen melestarikan lingkungan. Dengan kata lain, menjaga ketersediaaan sumber daya alam hanya sebagai salah satu aktivitas dalam agenda besar perusahaan.
Ketika CSR dianggap tidak lagi cukup untuk mencapai tujuan utamanya, yaitu menjaga kelestarian alam dan ketersediaan SDA, perusahaan-perusahaan cerdas telah beralih ke SRC (Socially Responsible Corporations); menjaga kelestarian alam adalah inti dan tujuan kegiatan mereka. Kemungkinan kelangkaan bahan mentah dan bahan bakar untuk distribusi menjadi ancaman besar bagi mereka dan harus dianggap sebagai masalah utama yang harus secepatnya diselesaikan.
Tidak ada satu pun korporasi bisa menjamin ketersediaan jangka panjang bahan mentah produksi untuk masa mendatang. Ini adalah tantangan yang harus dihadapai dan diselesaikan secara bersama. Beberapa perusahaan besar berorientasi ke masa depan, menyadari masalah yang ada, dan pengaruhnya untuk mereka. Inilah sebabnya sekarang banyak tercipta kerjasama antara perusahaan besar dan organisasi non-pemerintah (NGO = Non-governmental Organization), juga semakin banyak korporasi memilih berinvestasi untuk menciptakan inovasi dalam rantai distribusi bahan mentah daripada sekedar memberi solusi instan bersifat temporer.
Sebagai contoh adalah kerjasama jangka panjang oleh WWF (World Wildlife Fund) dan Coca-Cola. WWF memberi gambaran rantai distribusi bahan baku Coca-Cola, dan ternyata merupakan informasi yang sebelumnya belum pernah didapatkan perusahaan besar ini. Atas dasar informasi tersebut, Coca-Cola merubah jalur distribusi, berpindah menghindari tempat yang saat itu sedang berusaha dikonservasi oleh WWF.
Bentuk sukses seperti itu tidak mungkin dicapai tanpa kerjasama kedua pihak, tentu saja demi kepentingan lingkungan. Masyarakat tidak boleh melihat hal tersebut serta merta untuk menunda perubahan iklim ekstrim (walaupun WWF dan Coca-Cola memang memperhatikan hal ini), tetapi juga menganggap Coca-Cola sebagai teladan, mengikuti cara perusahaan besar ini dalam mempertahankan distribusi bahan baku tanpa merusak lingkungan. WWF dan Coca-Cola sadar bahwa merubah tanah atau habitat alami menjadi komoditas produksi bisa dengan cepat menghancurkan ekosistem, mengakibatkan polusi udara, dan berpengaruh buruk bagi kehidupan.
Selain poin di atas, masyarakat harus tahu bahwa kesuksesan kerjasama tersebut lepas dari campur tangan pemerintah. Coca-Cola adalah perusahaan komersial, sedangkan WWF adalah organisasi non-pemerintah. Peran regulasi sangat penting, tapi masyarakat tidak boleh hanya mengandalkan kebijakan pemerintah. Kabinet dalam pemerintahan sering berubah, seorang presiden bisa bertahan paling lama dua masa periode jabatan, dan visi negara bisa berubah seiring bergantinya pemimpin. Sedangkan korporasi komersial seperti Coca-Cola telah dikenal dan menetapkan dirinya di mata masyarakat dunia.
Korporasi cerdas melihat jauh ke rentang waktu puluhan tahun ke depan, dan sadar akan ketimpangan antara jumlah kebutuhan bahan baku/mentah dan kebutuhan produksi. Untuk menjaga tingkat keuntungan secara komersial, korporasi mengerti bahwa jika ingin terus menjual barang produksi kepada konsumen, maka diperlukan pengaturan sempurna dalam menjaga ketersediaan bahan mentah; realisasi strategi ini membutuhkan kerja sama dengan pihak lain, bahkan untuk korporasi sekelas Coca-Cola.
WWF dan Coca-Cola tahu bahwa untuk mengembalikan lingkungan ke kondisi optimal, sektor perusahaan harus menjadi yang terdepan, bekerja sama dengan organisasi non-pemerintah, komunitas di masyarakat, pemegang saham, dan tentu saja pemerintah. Keterkaitan semua pihak tersebut dan komitmen mereka memberi harapan besar terciptanya kondisi lingkungan yang baik dan implementasi semua strategi bisa dilakukan dalam jangka panjang. Setiap pihak terkait memang memiliki kepentingan sendiri, tapi tujuan akhir mereka adalah sama.
Pada akhir tahun 2012, The Coca-Cola Company berhasil mengurangi penggunaan air sampai 20% diseluruh sistem kerja mereka, dibandingkan saat mereka beroperasi pada tahun 2004. Karena peningkatan efisiensi produksi ini, reputasi perusahaan dan kerjasama di masyarakat bisa terjaga dengan baik, selain itu juga menciptakan banyak peluang usaha baru.
No comments:
Post a Comment