Friday, September 20, 2013

Teknologi dan Lingkungan – Anthropocene

Teknologi dan Lingkungan – Anthropocene
Teknologi dan Lingkungan – Anthropocene

Istilah Anthropocene digunakan untuk menggambarkan sebuah periode baru di sepanjang perjalanan Planet Bumi dimana aktivitas manusia sangat mempengaruhi keadaan ekosistem planet. Anthropocene akan segera dimasukkan dalam Geologic Time Scale secara resmi. Aktivitas manusia termasuk perkembangan teknologi telah memberi pengaruh besar terhadap planet; manusia memiliki kemampuan luar biasa dalam beradaptasi, bahkan kita membentuk lingkungan agar menyesuaikan dengan kebutuhan kita untuk bertahan hidup.

Menurut para penggagas ide tentang Anthropocene, periode sekarang (Holocene) - dimulai 11.000 tahun lalu – diperkirakan akan selesai antara akhir abad ke-18 dan 1950an. Pada akhir abad ke-18 terjadi perubahan besar terutama peningkatan kandungan karbon dioksida dan gas rumah kaca lain secara drastis di atmosfer; penyebab utamanya adalah pembakaran bahan bakar fosil untuk kebutuhan energi industri dan teknologi.

Kita bisa menganggap bahwa awal dari berakhirnya periode Holocene terjadi pada tahun 1784 (akhir abad ke-18) saat James Watt menciptakan mesin uap, kemudian periode ini benar-benar berakhir saat radiasi nuklir meningkat pesat yang dipicu oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet saat melakukan banyak percobaan bom selama Perang Dingin (1950an).

Awal Periode Anthropocene

Ada beberapa fenomena geologi yang bisa dikatakan sebagai awal periode Anthropocene. Menurut ilmuwan astro-biologi David Grinspoon, penanda awal yang paling menarik adalah uji coba pertama bom atom. Peristiwa ini menciptakan penanda luar biasa besar, mempengaruhi struktur geologi planet.

Manusia memang telah merubah wajah planet jauh sebelum bom atom pertama kali dicoba misalnya dalam hal pertanian, polusi karbon dioksida, urbanisasi, dll. Spesies lain juga melakukan hal yang sama sejak dulu, tapi kita tidak melihat satupun yang sebesar pengaruh bom atom. Setelah peristiwa pengeboman Hiroshima, kita tidak bisa melihat Planet Bumi seperti sebelumnya.

Seperti Dinosaurus – Punah

Kepunahan selalu bisa terjadi, bisa secara alami ataupun karena pengaruh lain. Dengan keadaan seperti ini, bukan manusia yang terancam punah, tapi spesies lain. Seperti telah disebutkan pada posting sebelumnya, keanekaragaman mahkluk menjadi tantangan sekaligus tanggung jawab besar bagi manusia sebagai spesies dominan. Satu hal pasti adalah bahwa aktivitas yang dilakukan generasi sekarang akan terus diingat oleh banyak generasi selanjutnya.

Contoh paling mudah adalah terumbu karang. Proses pengasaman air laut karena aktivitas manusia akan dengan cepat menghilangkan keberadaan mereka. Air laut memiliki kamampuan menyerap karbon dioksida dari atmosfer; semakin banyak CO2 yang terserap, struktur kimia air laut akan berubah dan tingkat keasamannya akan semakin tinggi. Terumbu karang akan mengalami kesulitan menyerap kalsium karbonat, yang sangat penting untuk mempertahankan struktur tulang mereka. Bebatuan yang menjadi tempat hidup merekapun juga akhirnya akan hancur karena tingginya asam.

Sebenarnya terumbu karang pernah punah sebelumnya dan bisa kembali muncul, tapi proses ini membutuhkan waktu yang sangat lama. Proses kepunahan terumbu karang yang terjadi sekarang akan terus diingat sebagai hasil aktivitas manusia terutama berkaitan dengan polusi.

Dalam beberapa hal, Anthropocene mungkin bisa dianggap mirip dengan K/T boundary (peristiwa kepunahan Dinosaurus), dimana Planet Bumi kemudian mengalami proses transisi menjadi tempat yang nyaman bagi mamalia. Perbedaan yang paling besar adalah K/T boundary memusnahkan hampir semua spesies, sedangkan Anthropocene dimulai oleh manusia dan membahayakan spesies lain. Di saat-saat terburuk, manusia mungkin juga akan terancam hilang, tapi hal ini masih bisa dicegah jika langkah-langkah antisipasi dengan segera diterapkan.

Jenis Kehidupan Buatan

Banyak spesies telah punah, tapi manusia mungkin bisa mengembalikan keberadaan mereka dengan menerapkan teknologi modern misalnya nano-robot, transgenetik, bahkan kehidupan sintetik. Secara awam, hal ini memang baik, tapi tidak demikian dari sudut pandang biologi. Teknologi semacam itu sangat beresiko, karena bisa mengubah atau bahkan merusak ekosistem alami. Jika sebuah spesies punah, maka hal itu disebabkan karena lingkungan mereka yang tidak mendukung. Jika kita ingin menghidupkan lagi spesies tersebut, maka kita juga harus menyediakan habitat yang tepat; di sisi lain, proses evolusi akan berhenti.

No comments:

Post a Comment