Wednesday, September 18, 2013

Teknologi dan Lingkungan

Teknologi dan Lingkungan
Teknologi dan Lingkungan

Teknologi bisa mengembangkan bentuk kehidupan manusia, meningkatkan produktivitas, memudahkan proses interaksi, bahkan membawa kita ke luar angkasa; di saat yang sama, teknologi juga memperburuk keadaan lingkungan dan mengancam kelestarian alam termasuk kelangsungan hidup hampir semua spesies.

Charles Dickens pernah menulis: “These are the best of times, these are the worst of times.” (sekarang adalah saat-saat terbaik, juga terburuk).

Banyak pertanyaan tentang teknologi, kebanyakan tentang bagaimana manusia bisa terus meningkatkan kegunaannya dalam kehidupan. Kita melihat teknologi baru hampir setiap hari; hidup berjalan cepat, pekerjaan terselesaikan dengan lebih mudah, penyakit bisa disembuhkan. Di sisi lain, hanya sebagian orang yang melihat kemajuan teknologi dari skala yang lebih luas terutama tentang pengaruhnya terhadap alam. Untuk menjaga kelestarian alam dan kelangsungan hidup berbagai macam spesies di dalamnya, harus ada banyak sekali aspek-aspek alami yang masih harus dipertahankan; dijauhkan dari pengaruh buruk perkembangan teknologi.

Bisakah manusia bertahan dengan bentuk kehidupan masa depan yang dipenuhi mesin, teknologi nirkabel, robot, dan sebagainya? Semua bentuk teknologi dimaksudkan untuk membantu segala macam kegiatan manusia. Apakah bentuk kehidupan modern mendukung atau justru melemahkan kemampuan adaptasi kita dengan lingkungan? Pertanyaan-pertanyaan semacam inilah yang berusaha dijawab oleh sekumpulan ilmuwan dalam sebuah simposium yang diadakan di Library of Congress, Washington, tanggal 12 September lalu.

Ilmuwan astro-biologi bernama David Grinspoon mengatakan bahwa ciri utama yang dimiliki spesies manusia adalah kemampuan besar dalam beradaptasi. Pertanyaannya adalah, “bisakah manusia mempertahankan kemampuan itu?”

Grinspoon menambahkan, “manusia mungkin tidak bisa memprediksi bentuk kehidupan masyarakat modern di masa depan, tapi kita bisa memperoleh gambaran cukup jelas tentang itu dari model sains, penelitian sejarah, dan tentu saja, imajinasi.”

Beberapa ilmuwan telah mulai menggunakan istilah baru “anthropocene” yaitu periode geologi dalam sejarah Bumi dimana aktivitas manusia berpengaruh sangat besar di ekosistem planet. Salah satu masalah paling besar yang harus dihadapi adalah keanekaragaman. Tentu saja banyak pihak yang melakukan usaha konservasi hewan dan tumbuhan misalnya harimau dan badak, tapi bagaimana dengan spesies-spesies lain? Seorang wartawan yang juga merupakan partisipan dalam diskusi itu, David Biello dari Scientific American, mengatakan “Pada akhirnya kita hanya akan melihat satu jenis kupu-kupu saja”.

Kupu-kupu menjadi topik hangat dalam pembicaraan itu, saat panelis mulai membahas tujuan utama pelestarian spesies. Seorang ilmuwan bernama Odile Madden bertanya, “Apakah kupu-kupu berhak dilestarikan hanya karena sekarang memang ada kupu-kupu”?

Biello mengungkapakan bahwa manusia harus bisa mempertahankan atau menyimpan informasi genetik kupu-kupu dan semua jenis binatang lain. Dia juga berharap semua informasi tentang bagaimana segala jenis mahkluk berinteraksi dengan alam dipertahankan.

Manusia

Manusia telah berkembang menjadi mahkluk dominan di planet ini; kita berrada di puncak rantai makanan selama ribuan tahun. Kita bahkan bisa menganggap kemampuan manusia untuk beradaptasi dengan lingkungan terlalu besar; kita bahkan bisa merubah atau memaksa lingkungan untuk beradaptasi dengan kita. Sejauh ini, masih banyak organisme yang selamat dan hidup, tapi untuk terus mempertahankan keanekaragaman mahkluk, manusia harus bisa melihat dirinya sebagai bagian dari planet dan sebagai satu spesies diantara yang lain.

Rick Potts berhasil memberikan setidakanya deskripsi awal tentang bagaimana manusia harus bersikap. Dia adalah seorang ilmuwan paleo-antropologi sekaligus kurator di National Museum of Natural History. Potts memberikan gambaran tentang ini melalui “tragedy of the commons” yaitu sebuah konsep ekonomi dimana manusia menghiraukan hilangnya sumber daya alam karena sifat manusia yang mengedepankan dirinya sendiri, dan tidak menganggap bahwa dia adalah bagian dari sebuah kelompok besar.

Potts juga mengatakan bahwa manusia, didukung kecerdasan dan kemampuan beradaptasi, telah berhasil membangun dinding pemisah antara kehidupan alam dan kehidupan manusia, tapi di sisi lain proses evolusi seperti ini adalah fenomena alami.

Diskusi lebih lanjut tentang “anthropocene” akan ada di posting selanjutnya.

No comments:

Post a Comment